Ya benar, kata-kata yang dilontarkan ayah terlalu kejam dan tak berperikemanusiaan. Walaupun belum tentu kita sendiri bisa menghindari kata-kata seperti ini bila dihadapkan dalam kondisi emosi serupa.
Kesalahan utama yang akan kita kupas dalam hal ini adalah reaksi ayah yang menyerang dan mencerca keburukan pribadi anaknya. Dengan fasihnya ayah menyebut lwan sebagai'anak bandel', juga'anak tak tahu aturan', kemudian 'pencuri' dan perampok'.
Kalimat-kalimat ini menyiratkan bahwa kesalahan-kesalahan itu terjadi akibat keburukan subyek.
Kalimat-kalimat ini menyiratkan bahwa kesalahan-kesalahan itu terjadi akibat keburukan subyek.
Orang memang sering lupa, melakukan kesalahan seperti yang dilakukan ayah lwan ini. Mereka tidak membedakan antara. pribadi si anak dengan perilaku yang ia kerjakan.
Bagaimana seharusnya?
'Pencuri' tentu lain dengan 'mencuri'.
Mereka yang disebut sebagai pencuri adalah mereka yang memang jahat dan mempunyai pekeriaan sebagai pencuri. Tetapi ingat bahwa pencurian tidak hanya bisa dilakukan oleh seorang 'pencuri', tetapi bisa dilakukan oleh seorang anak baik-baik, ketika mungkin satu kali ia sedang khilaf.
Anak ini tidak mencuri terus-menerus yang kemudian pantas disebut pencuri.
Keadaan akan lebih baik jika dalam kasus lwan tersebut ayah bereaksi,
"Wah, kenapa kau lakukan itu? Begitu kau perlukankah uang tersebut?"
Merasa cukup dihargai karena tak langsung dijatuhkan pribadinya, lwan akan berterus terang,
"Tidak terlalu perlu sebetuinya. Aku hanya jengkel pada Teddy." Mungkin, alasan yang dikatakan lwan hanya dibuat-buat untuk membela diri.
Ini wajar dilakukan setiap anak. Akan lebih baik jika orang tua bersikap bijaksana dengan memberikan empati."Oh, kau merasa sudah disakiti? Waiar jika ingin balas dendam."
Secara fitrah, anak yang dihargai dan diberi kepercayaan seperti ini selanjutnya akan lebih terbuka mengungkapkan isi hatinya.
"Ya, Teddy suka mengadu ke bu guru. Dikatakannya saya ini nakal, suka mengganggu dan mencuri."
"Wah, kenapa kau lakukan itu? Begitu kau perlukankah uang tersebut?"
Merasa cukup dihargai karena tak langsung dijatuhkan pribadinya, lwan akan berterus terang,
"Tidak terlalu perlu sebetuinya. Aku hanya jengkel pada Teddy." Mungkin, alasan yang dikatakan lwan hanya dibuat-buat untuk membela diri.
Ini wajar dilakukan setiap anak. Akan lebih baik jika orang tua bersikap bijaksana dengan memberikan empati."Oh, kau merasa sudah disakiti? Waiar jika ingin balas dendam."
Secara fitrah, anak yang dihargai dan diberi kepercayaan seperti ini selanjutnya akan lebih terbuka mengungkapkan isi hatinya.
"Ya, Teddy suka mengadu ke bu guru. Dikatakannya saya ini nakal, suka mengganggu dan mencuri."
Ayah bisa memberi komentar,
"Tetapi Nak, jika kejengkelanmu itu kau lampiaskan dengan cara mencuri, sama sekali tak akan memperbaiki keadaan. jika ketahuan justru kau yang rugi dan malu. Walau tak ketahuan pun hanya akan membuatmu terbiasa mencuri hingga besar nanti. Paling-paling kau hanya bisa membuat temanmu jengkel sebentar saja. Ini sama sekali bukan jalan keluar yang baik. Tidak ksatria. Seorang anak yang gagah dan jujur tak semestinya melakukan perbuatan tercela seperti itu."
"Tetapi Nak, jika kejengkelanmu itu kau lampiaskan dengan cara mencuri, sama sekali tak akan memperbaiki keadaan. jika ketahuan justru kau yang rugi dan malu. Walau tak ketahuan pun hanya akan membuatmu terbiasa mencuri hingga besar nanti. Paling-paling kau hanya bisa membuat temanmu jengkel sebentar saja. Ini sama sekali bukan jalan keluar yang baik. Tidak ksatria. Seorang anak yang gagah dan jujur tak semestinya melakukan perbuatan tercela seperti itu."
Nah, dalam kalimat terakhir nasehatnya ayah justru menyebutkan tentang pribadi yang gagah dan jujur.
Betapapun besar kesalahan perilaku itu, jangan sampai mengubah konsep penghargaan orang tua terhadap pribadi anak. Pribadi ini harus dihargai dan dijunjung, untuk selanjutnya diingatkan bahwa pribadi yang seperti ini tak pantas melakukan perbuatan-perbuatan buruk.